Percaya diri adalah cara untuk meraih sukses
# Kesuksesan berasal dari
kemauan yang kuat
# Lari dari kesulitan-kesulitan adalah suatu
kesalahan
# Kegagalan adalah celaka kecil
# Penyesalan adalah celaka
besar
# Yang membuat kita senang adalah pertempuran meraih kemenangan
# Perjuangan membangun kekuatan
# Kesalahan adalah pelajaran untuk
menjadi bijak
# Masa depan menunggu kemampuan kita untuk mengubahnya
#
Keberanian memiliki kecerdasan sekaligus keajaiban didalamnya
#
Sukses bukanlah suatu kebetulan belaka
# Hanya tindakan yang dapat
memberikan kekuatan
# Perjuangan membangun kekuatan
# Temukan alasan
bersyukur, kemudian tantanglah dirimu
# Dimana ada kemauan niscaya
ada jalan
# 99% kegagalan lahir dari kita yang memiliki kebiasaan tak
peduli
# Jangan habiskan waktu untuk menunggu
# Kemenangan adalah
hasil dari berpikir menang
# Kesalahan fatal adalah maju tanpa kemauan
untuk menang
# Permainan hidup ditentukan oleh 99% mental
#
Pengetahuan dapat muncul dari sesuatu yang salah.
Kamis, 20 November 2014
Rabu, 12 November 2014
Pelumasan dan Teknologinya
1. Tribologi
Tribology berasal dari kata tribos (bahasa Yunani yang berarti rubbing, dan logy atau logia artinya studi. Tribologi adalah studi tentang interaksi atau rubbing dari permukaan yang saling bergerak relatif..

Friction biasanya merupakan cabang ilmu dari bidang teknik mesin ataupun fisika. Wear biasanya bagian dari ilmu bahan atau metalurgi. Lubrication adalah cabang dari Tribology. Dengan demikian tribologi adalah ilmu indisipliner dalam semua aspek, dan memberikan dasar sain untuk memahami fenomena gesekan dan pelumasan dalam sistim tribologi. Efisiensi pelumasan dan aplikasi pelumas selanjutnya tergantung pada paremeter kunci seperti konsistensi, properti aliran atau viskositas untuk cairan yang selalui muncul pada spesifikasi semua pelumas.
2. Friksi (Friction)
Friksi adalah gaya yang menahan gerakan sliding atau rolling satu benda terhadap benda lainnya. Friksi merupakan faktor yang penting dalam mekanisme operasi sebagian besar peralatan atau mesin.
Friksi besar (high friction) dibutuhkan untuk bekerjanya mur dan baut, klip kertas, penjepit (tang catut), sol sepatu, alat pemegang dll. Gaya friksi dibutuhkan pada saat kita jalan agar tidak terpeleset. Friksi juga dibutuhkaan agar dapat menumpuk pasir, apel dll.
Namun friksi juga merupakan tahanan tehadap gerakan yang bersifat merugikan 20% tenaga mesin mobil dipergunakan untuk mengatasi gaya friksi pada elemen mesin yang bergerak.
Oleh karena itu friksi kecil (low friction), dikehendaki untuk benda yang bergerak seperti mesin tenaga (engine), ski, elemen arloji/jam dll.
Disamping itu juga dibutuhkan friksi konstan (constant friction) yaitu untuk rem, dan kopling agar gerakkan tidak tersendat sendat.
Friksi telah dipelajari sebagai cabang mekanika beberapa ratus tahun yang lalu, dan hukum dan metode untuk memperkirakan besarnya friksi telah diketahui 2 abad lalu. Namun mekanisme friksi, yaitu proses hilangnya energi jika dua permukaan saling bergesek tidak dapat diterangkan dengan baik.
Penyebab utama friksi antara dua logam kelihatannya adalah gaya tarik (adesi) daerah kontak (contact region) dari permukaan yang secara mokroskopik tidak beraturan. Jika diperbesar permukaan menyerupai bukit dan lembah.
Jika ada beban, ketika 2 permukaan bersinggungan, dua bukit menempel (adesi atau menyatu) atau terkunci dilembah permukaan dihadapannya. Friksi timbul akibat adanya geseran (shearing) bukit yang menyatu tersebut dan jua akibat ketidak teraturan permukaan.tersebut, bagian yang keras tertanam kepada bagian lunak. Friksi dari slidding dua benda padat yang diperoleh dari ekperimen sederhana menghasilkan kesimpulan sbb :
- Besarnya friksi hampir tidak bergantung pada luas kontak. Jika sebuah bata ditarik diatas meja, gaya friksi tetap sama, baik posisi bata berdidri ataupun tidur. (Leonardo da Vinci (1452-1519)
- Friksi berbanding lurus dengan beban yang bekerja pada permukaan.
Jika bata ditumpuk empat ditarik diatas meja, besarnya friksi empatkalinya friksi satu batayang ditarik..
Jadi rasio gaya friksi F terhadap beban L adalah tetap. Rasio yang tetap tersebut disebut koefisen friksi (coefficient of friction ) dan biasanya diberi simbol huruf Yunani mu. Secara matematik persamaan dapat ditulis sbb :

Koefisien friksi tidak punya satuan, karena friksi dan beban yang diukur dalam satuan gaya (pound atau Newton) saling meniadakan.
Sebagai contoh : Harga koefisien friksi =0,5 untuk kasus bata ditarik diatas kayu yang berarti bahwa dibtuhkan gaya sebesar setengah dari berat bata untuk mengatasi friksi, dan menjaga bata bergerak secara konstan. Gaya friksi arahkan berlawanan dengan arah gerak bata. Karena friksi timbul antara permukaan yang bergerak maka ini disebut friksi kinetik (kinetic friction).
Ini untuk membedakan dengan friksi statik (static friction), yang bekerja pada permukaan yang diam. Harga friksi statik selalu lebih besar dari friksi kinetik Friksi rolling (rolling friction) terjadi jika suatu roda, slinder ataupun bola menggelinding bebas diatas permukaan, sepertihalnya pada ball tau roller bearing. Sumber friksi utama dalam gerakan rolling adalah disipasi energi yang meilbatkan deformasi benda. Jika bola keras menggelinding diatas permukaan, bola sedikit peyang dan permukaan sedikit legok pada daerah kontak. Deformasi elastik atau kompresi pada daerah kontak tersebut merupakan penghambat gerakan dan energinya tidak kembali saat benda kembali ke bentuk semula. Enegi yang hilang pada kedua bagian permukaan sama dengan energi yang hilang pada bola yang jatuh dan terpantul. Besarny friksi slidding pada umumnya 100 sampai 1000 kali lebih besar dibandingkan dengan friksi rolling.Keuntungan gerakan rolling dipahami oleh manusia pendahulu sehingga ditemukan roda.
3. Keausan (wear)
Keausan (wear) adalah hilangnya materi dari permukaan benda padat sebagai akibat dari gerakan mekanik. Keausan umumnya sebagi kehilangan materi yang timbul sebagai akibat interaksi mekanik dua permukaan yang bergerak slidding dan dibebani. Ini
merupakan fenomena normal yang terjadi jika dua permukaan saling bergesekan, maka akan ada keausan atau perpindahan materi.
merupakan fenomena normal yang terjadi jika dua permukaan saling bergesekan, maka akan ada keausan atau perpindahan materi.
Contohnya uang logam manjadi tumpul setelah lama dipakai akibat bergesekan dengan kain dan jari manusia. Pensil mejadi tumpul akibat bersesek dengan kertas, jalan kerena menjadi legok atau tumpul akibat digelindingi oleh roda kereta terus menerus..
Hanya makhluk hidup (sendi tulang) yang tidak rusak akibat keausan disebabkan memilki kemampuan penyembuhan diri. Dengan pertumbuhan. Namun ada juga organ yang tidak punya kemampuan pulih, misalnya gigi. Studi tentang keausan secatra sistematik dihampat oleh dua faktor utama yaitu;
1. Adanya sejumlah mekanisme proses keausan yang bekerja terpisah.
2. Kesulitan mengukur jumlah kecil materi yang terlibat.
Hanya makhluk hidup (sendi tulang) yang tidak rusak akibat keausan disebabkan memilki kemampuan penyembuhan diri. Dengan pertumbuhan. Namun ada juga organ yang tidak punya kemampuan pulih, misalnya gigi. Studi tentang keausan secatra sistematik dihampat oleh dua faktor utama yaitu;
1. Adanya sejumlah mekanisme proses keausan yang bekerja terpisah.
2. Kesulitan mengukur jumlah kecil materi yang terlibat.
Kesulitan ini dapat diatas menggunakan teknik penelusuran (tracer techniques) isotop radioaktif yang memnungkinakn pengukuran jumlah kecil.
Dikenal ada jenis keausan 4 jenis keausan yaitu sebagai berikut :
Adhesive wear adalah jenis yang paling umum, timbul apabila terdapat gaya adesi kuat diantara dua materi padat. Apabila dua permukaan ditekan bersama maka akan terjadi kontak pada bagian yang menonjol. Apabila digeser maka akan terjadi penyambungan dan jika geseran dilanjutkan akan patah. Dan jika patahan tidak terjadi pada saat penyambungan maka yang timbul adalah keausan. Keausan adesi tidak diinginkan karena dua alasan :
Adhesive wear adalah jenis yang paling umum, timbul apabila terdapat gaya adesi kuat diantara dua materi padat. Apabila dua permukaan ditekan bersama maka akan terjadi kontak pada bagian yang menonjol. Apabila digeser maka akan terjadi penyambungan dan jika geseran dilanjutkan akan patah. Dan jika patahan tidak terjadi pada saat penyambungan maka yang timbul adalah keausan. Keausan adesi tidak diinginkan karena dua alasan :
- Kehilangan materi pada akhirnya membawa pada menurunnyanya unjuk kerja suatu mekanisme.
- Pembentukan partikel keausan pada pasangan permukaan slidding yang sangat rapat dapat menyebabkan mekanisme terhambat atau mahkan macet, padahal umur peralatan masih baru.
Keausan adesi beberapa kali lebih besar pada kondisi tanpa pelumasan dibandingkan kondisi permukaan yang dipplumasi dengan baik.
Keausan abrasi (abrasive wear) terjadi apabila permukaan yang keras bergesekan dengan permukaan yang lebih lunak., meninggalkan goresan torehan pada permukaan lunak.
Abrasi juga bisa disebabkan oleh patahan partikel keras yang bergeser diantara dua permukaan lunak. Fragmen abrasif yang ada dalam fluida mengalir cepat juga dapat menyebabkan tertorehnya permukaan, jika membentur permukaan pada kecepatan tingiii. Karena keausan abrasi terjadii oleh adanya partikel lebih keras dari permukaan masuk sistem, maka pencegahannya adalah dengan mengeliminasi komtaminan keras.
Corrosive wear occurs whenever a gas or liquid chemically attacks a surface left exposed by the sliding process. Normally, when a surface corrodes, the products of corrosion (such as patina) tend to stay on the surface, thus slowing down further corrosion. But, if continuous sliding takes place, the sliding action removes the surface deposits that would otherwise protect against further corrosion, which thus takes place more rapidly. A surface that has experienced corrosive wear generally has a matte, relatively smooth appearance.
Surface-fatigue wear is produced by repeated high stress attendant on a rolling motion, such as that of metal wheels on tracks or a ball bearing rolling in a machine. The stress causes subsurface cracks to form in either the moving or the stationary component. As these cracks grow, large particles separate from the surface and pitting ensues. Surfacefatigue wear is the most common form of wear affecting rolling elements such as bearings or gears. For sliding surfaces, adhesive wear usually proceeds sufficiently rapidly that there is no time for surface-fatigue wear to occur.
Though the wear process is generally thought of as harmful, and in most practical situations is so, it has some practical uses as well. For example, many methods of producing a surface on a manufactured object depend on abrasive wear, among them filing, sanding, lapping, and polishing.
Many writing instruments, principally the pencil, crayon, and chalk, depend for their effect on adhesive wear. Another use is seen in the wear of the incisor teeth of rodents. These teeth have hard enamel covering along the outer curved surface but only soft dentine on the inner surface.
Hence, abrasive and adhesive wear, which occurs more rapidly on the softer side, acts to maintain a sharp cutting edge on the teeth.
4. Pelumasan (Lubrication)
Pelumasan adalah tindakan menempatkan pelumas antara permukaan yang saling bergeser untuk mengurangi keausan dan friksi. Pengembangan dan uji pelumas merupakan aspek tribologi yang menerima perhatian sangat besar. Satu perusahaan pelumas bisa memasarkan ratusan jenis pelumas dan tidak ada.
Penggunakan pelumas pada jaman kuno, seperti tergambar pada relief dinding batu di Mesir 4,000 yl., yaitu orang melumasi jalan saat menyeret patung batu yang berat. Pelumasan pada jaman modern, sistim pelumasan didesain untuk mengurangi keausan alat sehingg dapat beroperasi lama dan tanpa pemeliharaan.
Alam menggunakan cairan yang disenbut synovial fluid pada pelumasan tulang sendi hewan dan manusia. Sedangkan manusia jaman prasejarah menggunakan lumpur untuk menarik seluncur.
Pelumas dari lemak binatang dipakai untuk gerobak pertama, dan terus digunakan sampai abad 19 ketika industri minyak bumi (petroleum) muncul, yang kemudian mejadi sumber utama pelumas mineral (mineral oil) atau pelumas petro (petroleum lubricant).
Kemampuan pelumas petro terus dikembangkan untuk memenuhi bervariasi kebutuhan spesifik seperti sepeda motor, mobil, pesawat, mesin turbo, kereta api, mesin pembangkit tenaga dll. dan tuntutan bertambahnya kecepatan dan kapasitas mesin transportasi maupun mesin industri.
Kemampuan pelumas petro terus dikembangkan untuk memenuhi bervariasi kebutuhan spesifik seperti sepeda motor, mobil, pesawat, mesin turbo, kereta api, mesin pembangkit tenaga dll. dan tuntutan bertambahnya kecepatan dan kapasitas mesin transportasi maupun mesin industri.
Zaman jet dan ruang angkasa memperbaharui minat orang pada pelumas sintetik (synthetic lubricants) karena menawarkan unjuk kerja superior dibandingkan pelumas petro. Minyak lumas sintetik walaupun sudah banyak dipasarkan namun harganya masih beberapa kali lebih mahal dibandingkan dengan pelumas petro konvensional.
Akhir-akhir ini kepedulian orang terhadap lingkungan memperbarui minat pada pelumas bio dari minyak nabati (vegetable oils) yang bersifat ramah lingkungan.
Jenis pelumasan
Ada tiga jenis pelumasan yaitu pelumasan oleh lapisan cairan (Fluid-film), pelumasan Batas ( Boundary Lubrication), Pelumasan padat ( Solid Lubrication):
1. Pelumasan Lapisan Fluida (Fluid-film lubrication)
Pelumasan ini dilakukan dengan menyisipkan (interposing) lapisan cairan yang dapat memisahkan secara sempurna permukaan yang bergerak. Lapisan cairan mungkin secara sengaja disediakan seperti minyak lumas pada bantalan (bearings) atau tanpa
sengaja misalnya air yang tergenang di jalan dan roda mobil.
Pelumasan ini dilakukan dengan menyisipkan (interposing) lapisan cairan yang dapat memisahkan secara sempurna permukaan yang bergerak. Lapisan cairan mungkin secara sengaja disediakan seperti minyak lumas pada bantalan (bearings) atau tanpa
sengaja misalnya air yang tergenang di jalan dan roda mobil.
Meskipun umumnya fluida berupa cairan, tetapi dapat juga dari gas. Gas yang digunakan umumnya adalah udara. Untuk menjaga agar permukaan tetap terpisahkan maka perlu adanya kesetimbangan antara gaya tekanan oleh lapisan fluida dan gaya beban pada permukaan yang bergesek.
Jika tekanan antara dua permukaan ditimbulkan oleh hasil gerakan dan bentuk daari permukaan tersebut, sistim ini disebut pelumasan hidrodinamik (hydrodynamic lubrication). Jenis pelumasan ini bergantung pada viskositas dari pelumas cair.
Jika tekanan fluida diantara dua permukaan diberikan dari luar, misalnya pompa, pelumsan ini disebut pelumasan hidrostatik (hydrostatic lubrication).
Jika tekanan fluida diantara dua permukaan diberikan dari luar, misalnya pompa, pelumsan ini disebut pelumasan hidrostatik (hydrostatic lubrication).
2. Pelumasan Batas (Boundary lubrication)
Suatu kondisi antara pelumasan lapisan fluida dan keadaan tanpa pelumas dan ada disebut pelumasan batas (boundary lubrication). Pada kondisi ini properti permukaan dan properti pelumas menentukan besarnya friksi sistim ini. Pelumasan batas menunjukkan salah satu fenomena pelumasan yang sangat penting, yang dijumpai terutama pada saat mesin start dari keadaan berhenti.
Suatu kondisi antara pelumasan lapisan fluida dan keadaan tanpa pelumas dan ada disebut pelumasan batas (boundary lubrication). Pada kondisi ini properti permukaan dan properti pelumas menentukan besarnya friksi sistim ini. Pelumasan batas menunjukkan salah satu fenomena pelumasan yang sangat penting, yang dijumpai terutama pada saat mesin start dari keadaan berhenti.
3. Pelumasan Padat (Solid lubrication)
Materi padat seperti graphite, molybdenum disulfide (Moly) dan PTFE (Teflon) digunakan secara luas jika pelumas biasa tidak memiliki kemampuan menahan beban dan suhu yang ektrim. Pelumas tidak hanya dari lemak, serbuk, gas tapi juga kadang bahan
logam dipakai sebagai permukaan gesek pada beberapa mesin.
Materi padat seperti graphite, molybdenum disulfide (Moly) dan PTFE (Teflon) digunakan secara luas jika pelumas biasa tidak memiliki kemampuan menahan beban dan suhu yang ektrim. Pelumas tidak hanya dari lemak, serbuk, gas tapi juga kadang bahan
logam dipakai sebagai permukaan gesek pada beberapa mesin.
Beberapa puluh tahun terakhiri ini juga dikenal jenis pelumas baru yang disebut pelumas sol (sol-lube). Pelumas ini merupakan koloid, yaitu suspensi pelumas padat dalam pelumas cair.
6. Apa yang ditawarkan oleh Tribologi ?
Fenomena yang menjadi perhatian tribology sangat fundamental dan sering ditemui dalam kehidupan manusia, dalam lingkungan benda padat. Aplikasi tribologi yang telah memberikan kemudahan bagi kehidupan kuno, juga diperlukan bagi kehidupan modern,
seperti yang terdapat pada banyak sistim mekanik yang bekerja berdasarkan nilai friction, lubrication and wear. Dilain pihak dapat dijumpai efek tribologi yang menciptakan kebisingan, sehingga diperlukan kehati hatian dalam mendesain sistim, agar tidak
menciptakan ketidak nyamanan akibat masalah friksi ataupun keausan berlebihan.
seperti yang terdapat pada banyak sistim mekanik yang bekerja berdasarkan nilai friction, lubrication and wear. Dilain pihak dapat dijumpai efek tribologi yang menciptakan kebisingan, sehingga diperlukan kehati hatian dalam mendesain sistim, agar tidak
menciptakan ketidak nyamanan akibat masalah friksi ataupun keausan berlebihan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa friksi biasanya membuang energi yang cukup besar, sedangkan keausan adalah membuang waktu produksi, karena harus mengganti komponen mesin. Oleh karena itu tribologi mendapatkan perhation yang semakin meningkat karena disadari bahwa energi yang terbuang akibat friksi dan wear sangat besar (di USA lebih dari 6% Gross National Product [GNP]). Oleh karena itu potensi yang dijanjikan dengan memperbaiki pengetahuan tribologi juga akan besar.
Seiring dengan perkembangan peralatan modern yang sangat komplek, kecepatan dan panas tinggi, tribologi menawarkan suatu metode mengendalikan keausan berdasarkan pendekatan sistematis dengan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti mekanika fluida, metalurgi, fisika-kimia permukaan dan pelumas.
Tujuan Penerapan Tribologi
- Meningkatkan pengertian apa yang terjadi diantara dua permukaan yang saling bergesek.
- Mengoptimalkan unjuk kerja peralatan
- Mengurangi keausan dan konsumsi energi
- Strategi Penyelesaian berdasarkan :
- Pengetahuan yang mendalam tentang mekanisme dasar pelumasan,.
- Pengembangan pelumas yang dapat memberi unjuk kerja baik pada kondisi temperatur, tekanan, dan lingkungan tertentu.
- Penyempurnaan desain dan geometri componen mesin yang mengurangi gesekan dan keausan serta jumlah pelumas yang disuplai.
- Pemilihan bahan yang lebih tahan.
Penerapan pengetahuan tribologi menjajikan penghematan sebagai berikut
- Manpower savings
- Lubricant savings
- Invesment saving
- Less frictional dissipation
- Longer life of machines
- Fewer breakdown
- Less mantenance and replacement
- Manpower savings
- Lubricant savings
- Invesment saving
- Less frictional dissipation
- Longer life of machines
- Fewer breakdown
- Less mantenance and replacement
[readon url="download/file/366-teknologi-pelumasan.html"]Download E-book Lengkap[/readon]
Jumat, 07 November 2014
Piping, Valves dan fittings
Tujuan dari perancangan perpipaan secara umum bisa diklasifikasikan sebagai berikut:
Dimana:
tm = minimum required wall thickness (inches).
P = internal design pressure (psig).
T = selected pipe wall thickness (pipe schedules)
D = outside diameter of pipe (inches).
S = allowable stresses for pipe material (psi), per tables in ASME B31.3 (Appendix A)
E = longitudinal weld joint factor, per tables in ASME B31.3 (Appendix A - normally 1.0 for seamless pipe).
Y = temperature factor, per Table 304.1.1 in ASME B31.3 (Normally 0.4).
C = the sum of mechanical allowances (groove depth and threading) plus allowances for corrosion and erosion (inches).
MT = factor to account for mill tolerance on pipe wall thickness. 0.875 for seamless A-106 Gr. B pipe and seamless API-5L Gr. B pipe. 0.90 for API-5L Gr. B welded 20 inch NPS and above.
dimana :
D = diameter luar pipa, in
y = resultan regangan total yang harus diserap oleh sistim perpipaan, in
L = panjang pipa total, ft
U = jarak terdekat antara kedua anchor, ft
C = 0.03, US units
Jika ruas sebelah kiri lebih besar dari C maka stress analisis yang komprehensif menggunakan komputer diperlukan.
Beberapa perusahaan menggunakan grafik di bawah ini untuk melakukan penyelidikan awal:
Dimana:
Level 1: Inspeksi visual saja
Level 2: Analisis pendekatan menggunakan grafik, tabel, dsb untuk penempatan penyokong.
Level 3: Analisis komprehensif menggunakan komputer.
Perlu diingat bahwa cara-cara praktis di atas bukanlah sebuah ketetapan yang baku. Prinsip kehati-hatian harus diterapkan pada keseluruhan sistem perpipaan.
6. PEMILIHAN VALVE
Berbagai valve yang sering dgunakan adalah:
f. FITTINGS
Fittings diperlukan untuk mengubah arah baik 450 maupun 900, dan melakukan percabangan, maupun merubah diameter aliran. Ada beberapa cara penyambungan fittings, yaitu:
Beberapa contoh SW fittings:
- Ful-coupling untuk menyambung pipa ke pipa
- Swage Nipples (Plain Both Ends/PBE) digunakan untuk menyambung SW item ke BW pipa atau fitting berukuran lebih besar
- SW Elbow digunakan untuk menghasilkan perubahan arah 900 atau 450.
- Nipolet digunakan untuk sambungan ke valve berukuran kecil.
- SW Tee dipakai untuk membuat percabangan 900 dari pipa utama. Cabang dapat berukuran lebih kecil (reduced tee) atau sama dengan pipa utama (equal tee)
- Sockolet digunakan untuk membuat percabangan 900 pada pipa utama.
- SW elbowlet digunakan untuk membuat percabangan tangensial pada suatu elbow
g. CONTOH SPESIFIKASI PERPIPAAN
Diberikan contoh kondisi seperti berikut:
Fluida : Hidrokarbon (gas atau cair)
Corrosion Allowance : 1.5 mm
Tekanan (Ope/Des) : 50/150 psig
Suhu (Ope) : -500F (Des): -50/2000F
Buatlah suatu spesifikasi perpipaan yang memenuhi pemakaian dengan kondisi di atas.
a. Piping Material
Berdasarkan Tabel.1 kondisi suhu seperti di atas, dimana sistem perpipaan didisain untuk mampu menahan suhu terendah –500F, maka pipa LTCS A-333 Gr.6 dipilih karena paling memenuhi kondisi tersebut. Mengikuti jenis material tersebut, dipilih A420 WP L-6 fitting material, A-350 LF2 Flange, A320-L7 Bolts, dan A-194-4 Nuts.
b. Pressure Temperature Rating
Dari ASME B16.5 Tabel 1, material A350 LF-2 masuk kategori Group 1.1, seperti ditunjukkan pada Tabel.3 didapatkan nilai berikut:
Dari nilai di atas, jelas bahwa tekanan operasi dan disain masih di dalam batas MAWP yaitu 285 psig pada –500F. Nilai ini akan kita ambil sebagai input tekanan pada perhitungan ketebalan pipa. Dalam hal ini kita menganut prinsip full rating.
c. Perhitungan ketebalan pipa
Tabel dibawah ini mengetengahkan proses perhitungan ketebalan pipa. Patut dicatat bahwa untuk aplikasi hidrokarbon, screwed pipe fittings tidak dipakai. Lebih jauh lagi, pemilihan Sch.20 untuk NPS 8 – 24 inch mungkin dapat digantikan dengan Sch.40 atau STD yang lebih mudah ditemukan di pasaran.
Spesifikasi perpipaan yang diminta secara lengkap ditunjukkan pada lampiran 1.
h. REFERENSI
a. ASME B16.5a-1998 Pipe Flange and Flanged Fittings
b. ASME B31.3-2002 Process Piping
c. ASME B36.10 Welded and Seamless Wrought Steel Pipe
d. Escoe, Keith A., 1986, Mechanical Design of Process System, Gulf Publishing Company, Houston
e. Kannappan, Sam., 1985, Introduction to Pipe Stress Analysis, John Wiley & Sons, Toronto.
f. Kentish, D.N.W., 1982, Industrial Pipework, McGraw Hill, London
g. Sherwood, David R., Whistance, Dennis J., 1976, The Piping Guide, Syentek Book Company Inc, San Fransisco
h. Berbagai sumber.
- Material seperti apa yang sesuai dengan kondisi kerja (tekanan external/internal, suhu, korosi, dsb) yang diminta dari sistem perpipaan. Pemilihan material sangat krusial karena menentukan reliabilitas keseluruhan sistem, faktor biaya, safety, dan umur pakai.
- Standard Code mana yang sesuai untuk diaplikasikan pada sistem perpipaan yang akan dirancang. Pemilihan standard code yang benar akan menentukan arah perancangan secara keseluruhan, baik dari segi biaya, reliabilitas, safety design dan stress analisis.
- Perhitungan dan pemilihan ketebalan pipa tidak bisa dilakukan secara sembarangan, atau hanya berdasarkan intuisi. Pemilihan ketebalan pipa (schedule number) sebaiknya memenuhi kriteria cukup, aman, dan ketersediaan stok di pasaran. Pipa dengan schedule 10, 20, 30 mungkin akan dengan mudah didapatkan di pasar Eropa, tetapi belom tentu dapat dibeli dengan cepat dan dalam jumlah besar di pasaran Asia.
- Dengan cara bagaimana sistem perpipaan akan dikoneksikan satu sama lain, jenis sambungan, dan material sambungan seperti apa yang sesuai.
Tulisan berikut ini menjelaskan secara singkat aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan sistem perpipaan. Pemanfaatan penjelasan ini harus sejalan dengan kode dan standar yang berlaku.
1. MATERIAL SELECTION
Di bawah ini diberikan Tabel.1 yang mengelompokkan berbagai jenis material dan penggunaannya berdasarkan suhu kerja. Selain berdasarkan suhu, pemilihan material juga didasarkan pada jenis fluida yang akan dialirkan, yaitu pada tingkat korosivitasnya. Pada material carbon steel based piping, ketahanan terhadap korosi biasanya dilakukan dengan menambah ketebalan pipa (corrosion allowance) dan menginjeksi corrosion inhibitor.
Berapa ketebalan pipa yang harus ditambahkan ditentukan oleh laju korosi yang diperkirakan. Perkiraan, perhitungan, dan permodelan laju korosi biasanya dilakukan oleh metallurgist atau dengan menggunakan software yang sudah umum dipakai seperti NORSOK. Pada pemakaian dengan kondisi korosi yang parah serta pemakaian corrosion inhibitor yang tidak memungkinkan, atau pada pemakaian yang membutuhkan tingkat hygienitas yang tinggi, dan tidak mengandung debris (fuel piping), biasanya austenitic stainless steel based material lebih sesuai, karena permukaan dalamnya bersih dan pada level pemakaian tertentu relatif tidak membutuhkan chemical cleaning.
Namun austenitic stainless steel based material seperti ASTM A312-316/316L memiliki kelemahan pada pemakaian tekanan tinggi karena Maximum Allowable Working Pressure(MAWP) yang relatif di bawah carbon steel dan lemah terhadap chloride stress corrosion cracking serta crevice dan pitting. Tipe 304/304L biasanya dipakai untuk baja tahan karat (CRA) keperluan umum. Penambahan 2-3% Molibdenum pada 316/316L menambah ketahanan terhadap pitting.
Sering menjadi pertanyaan apa sebenarnya perbedaan 304 dan 304L atau 316 dan 316L. Kandungan karbon pada 304 atau 316 biasanya berkisar 0.06-0.08% sementara pada 304L atau 316L maksimum dibatasi pada 0.025- 0.03%. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya presipitasi karbida pada suhu tinggi antara 8000F dan 16500F. Pada suhu tinggi (misal pada Heating Area Zone saat welding) krom bereaksi dengan karbon membentuk karbida di daerah batas butir sehingga mengurangi kemampuan krom untuk mencegah terjadinya korosi dan dapat mengarahkan pada terjadinya korosi intergranular. Oleh karena itu 316L itu digunakan jika dibutuhkan pengelasan.
Duplex Stainless Steel (keluarga A790) memenuhi kriteria pemakaian pada tekanan tinggi, high corrosion resistance, dan sifat-sifat metalurgisnya berada di antara ferritic dan austenitic steel, adanya kandungan chromium memberikan ketahan yang baik terhadap atmospheric corrosion dan oksidasi, molybdenum membuat lebih tahan terhadap chloride stress corrosion cracking serta nitrogen menambah ketahan terhadap crevice dan pitting. Nikel cenderung mendorong terbentuknya struktur Face-Centered Cubic yang meningkatkan keuletan (toughness), namun secara keseluruhan struktur duplex sebagian Body-centered Cubic(Ferritic) dan sebagian Face-centered Cubic (Austenitic). Chromium dan Molybdenum mendorong terbentuknya ferit, sedangkan Nikel dan nitrogen mendorong terbentuknya austenit. Yang harus diperhatikan pada pemakaian duplex adalah serangan sulphide stress corrosion cracking, dan hydrogen embrittlement (hydrogen cracking). Secara umum pengelasan pada material duplex menjadi relatif lebih sulit dan membutuhkan kehati-hatian yang lebih tinggi dari pada bahan lain. Table.2 merupakan tambahan pada Tabel.1.
Lebih lanjut, jika fluida yang dialirkan mengandung H2S (sour service), perpipaan yang digunakan harus sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh NACE MR01-75, dimana tingkat kekerasan bahan tidak boleh melampaui Rockwell Hardness 22.
1. MATERIAL SELECTION
Di bawah ini diberikan Tabel.1 yang mengelompokkan berbagai jenis material dan penggunaannya berdasarkan suhu kerja. Selain berdasarkan suhu, pemilihan material juga didasarkan pada jenis fluida yang akan dialirkan, yaitu pada tingkat korosivitasnya. Pada material carbon steel based piping, ketahanan terhadap korosi biasanya dilakukan dengan menambah ketebalan pipa (corrosion allowance) dan menginjeksi corrosion inhibitor.
Berapa ketebalan pipa yang harus ditambahkan ditentukan oleh laju korosi yang diperkirakan. Perkiraan, perhitungan, dan permodelan laju korosi biasanya dilakukan oleh metallurgist atau dengan menggunakan software yang sudah umum dipakai seperti NORSOK. Pada pemakaian dengan kondisi korosi yang parah serta pemakaian corrosion inhibitor yang tidak memungkinkan, atau pada pemakaian yang membutuhkan tingkat hygienitas yang tinggi, dan tidak mengandung debris (fuel piping), biasanya austenitic stainless steel based material lebih sesuai, karena permukaan dalamnya bersih dan pada level pemakaian tertentu relatif tidak membutuhkan chemical cleaning.
Namun austenitic stainless steel based material seperti ASTM A312-316/316L memiliki kelemahan pada pemakaian tekanan tinggi karena Maximum Allowable Working Pressure(MAWP) yang relatif di bawah carbon steel dan lemah terhadap chloride stress corrosion cracking serta crevice dan pitting. Tipe 304/304L biasanya dipakai untuk baja tahan karat (CRA) keperluan umum. Penambahan 2-3% Molibdenum pada 316/316L menambah ketahanan terhadap pitting.
Sering menjadi pertanyaan apa sebenarnya perbedaan 304 dan 304L atau 316 dan 316L. Kandungan karbon pada 304 atau 316 biasanya berkisar 0.06-0.08% sementara pada 304L atau 316L maksimum dibatasi pada 0.025- 0.03%. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya presipitasi karbida pada suhu tinggi antara 8000F dan 16500F. Pada suhu tinggi (misal pada Heating Area Zone saat welding) krom bereaksi dengan karbon membentuk karbida di daerah batas butir sehingga mengurangi kemampuan krom untuk mencegah terjadinya korosi dan dapat mengarahkan pada terjadinya korosi intergranular. Oleh karena itu 316L itu digunakan jika dibutuhkan pengelasan.
Duplex Stainless Steel (keluarga A790) memenuhi kriteria pemakaian pada tekanan tinggi, high corrosion resistance, dan sifat-sifat metalurgisnya berada di antara ferritic dan austenitic steel, adanya kandungan chromium memberikan ketahan yang baik terhadap atmospheric corrosion dan oksidasi, molybdenum membuat lebih tahan terhadap chloride stress corrosion cracking serta nitrogen menambah ketahan terhadap crevice dan pitting. Nikel cenderung mendorong terbentuknya struktur Face-Centered Cubic yang meningkatkan keuletan (toughness), namun secara keseluruhan struktur duplex sebagian Body-centered Cubic(Ferritic) dan sebagian Face-centered Cubic (Austenitic). Chromium dan Molybdenum mendorong terbentuknya ferit, sedangkan Nikel dan nitrogen mendorong terbentuknya austenit. Yang harus diperhatikan pada pemakaian duplex adalah serangan sulphide stress corrosion cracking, dan hydrogen embrittlement (hydrogen cracking). Secara umum pengelasan pada material duplex menjadi relatif lebih sulit dan membutuhkan kehati-hatian yang lebih tinggi dari pada bahan lain. Table.2 merupakan tambahan pada Tabel.1.
Lebih lanjut, jika fluida yang dialirkan mengandung H2S (sour service), perpipaan yang digunakan harus sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh NACE MR01-75, dimana tingkat kekerasan bahan tidak boleh melampaui Rockwell Hardness 22.

Table.1 Material Selection Table
Pipe | Fittings | Flange |
A-790 UNS S31803 | A-182 Gr. F51 or Seamless A-815 UNS S31803 | A-182 Gr. F51 |
Table.2 Duplex SS
2. WALL THICKNESS CALCULATION
Perhitungan ketebalan pipa bisa dilakukan dengan memakai rumus berikut:
Perhitungan ketebalan pipa bisa dilakukan dengan memakai rumus berikut:

Dimana:
tm = minimum required wall thickness (inches).
P = internal design pressure (psig).
T = selected pipe wall thickness (pipe schedules)
D = outside diameter of pipe (inches).
S = allowable stresses for pipe material (psi), per tables in ASME B31.3 (Appendix A)
E = longitudinal weld joint factor, per tables in ASME B31.3 (Appendix A - normally 1.0 for seamless pipe).
Y = temperature factor, per Table 304.1.1 in ASME B31.3 (Normally 0.4).
C = the sum of mechanical allowances (groove depth and threading) plus allowances for corrosion and erosion (inches).
MT = factor to account for mill tolerance on pipe wall thickness. 0.875 for seamless A-106 Gr. B pipe and seamless API-5L Gr. B pipe. 0.90 for API-5L Gr. B welded 20 inch NPS and above.
Notes:
(1) Rumus ini dipakai jika t kurang dari D/6 dan P/SE kurang dari atau sama dengan 0.385. Rumus ini diambil dari ASME B31.3 (ASME B31.4 dan B31.8 memiliki rumus yang berbeda).
(3) Threading allowances adalah sebagai berikut (dari ASME B1.20.1, ASME B31.3, Sections 304.1.1 dan 314):
½" - ¾" NPS 0.0571" thread allowance 1" - 2" NPS 0.0696" thread allowance
3. LINE NUMBERING
Setiap jalur perpipaan harus dinamai sesuai dengan identifikasi operasi, kelas, material dan kelengkapan lainnya yang melekat pada sebuah jalur perpipaan. Seluruh nomor/nama ini kemudian dikumpulkan dalam satu dokumen yang dinamai Line List. Contoh dari Line List dapat dilihat pada Lampiran 2. Penamaan sebuah jalur perpipaan dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya seperti di bawah ini:
Setiap jalur perpipaan harus dinamai sesuai dengan identifikasi operasi, kelas, material dan kelengkapan lainnya yang melekat pada sebuah jalur perpipaan. Seluruh nomor/nama ini kemudian dikumpulkan dalam satu dokumen yang dinamai Line List. Contoh dari Line List dapat dilihat pada Lampiran 2. Penamaan sebuah jalur perpipaan dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya seperti di bawah ini:

- Product service Code adalah dua karakter alfa-numerik yang menyatakan jenis fluida kerja. Misalnya PG menyatakan Process Hydrocarbon Gas Services, PF Process Hydrocarbon Fluid, dsb.
- Piping Class menunjukkan identifikasi kelas. Misalnya A1 mewakili pipa baja karbon dengan kelas ANSI 150#.
- System Number menunjukkan nomor sistem dari keseluruhan proses. Misalnya 20 mewakili proses Separation & Stabilitation.
- Sequence number terdiri dari 4 digit. Digit pertama bisa berupa bilangan unik yang menyatakan identifikasi suatu proses sehingga pengelompokan dan penomoran keseluruhan jalur perpipaan yang kompleks bisa lebih teratur dan sistematis. Sequence Number yang dimulai dengan bilangan unik 1 misalnya digunakan untuk Low Pressure Process ANSI 150 – 600, dsb. 3 digit sisanya merupakan nomor individual. Jadi meskipun 2 jalur memiliki 3 digit terakhir yang sama, secara keseluruhan sequence number-nya tidak mungkin sama karena adanya bilangan unik. Dalam penentuan sequence number seringkali terjadi kebingungan, kapan suatu sequence number berubah dan kapan tidak.
Sequence number berubah pada:
- koneksi dengan peralatan
- perubahan kelas tekanan
- cabang dari header atau manifold
- koneksi dengan nozzle
- saat perubahan sistem
Sequence number tidak berubah pada:
- koneksi dengan valves (bahkan bila terjadi perubahan ukuran diameter)
- pada tee-untuk aliran utama
- pada perubahan kelas insulasi
- penetrasi lantai atau dinding.
- Insulation Code menunjukkan jenis insulasi. PP misalnya untuk Personal Protection, FP untuk Fire Protection, HC untuk Heat Conservation, dsb. 2 digit pertama menunjukkan tebal insulasi.
4. FLANGE CONNECTIONS
Salah satu jenis sambungan pada sistem perpipaan (pipa dengan pipa/spooling, pipa dengan valves, pipa dengan equipment) adalah dengan menggunakan flange. Sambungan flange dibuat dengan cara menyatukan dua buah flange dengan menggunakan baut dan mur, serta menyisipkan gasket antara kedua flange.
Pemilihan material flange serta baut dan mur biasanya dilakukan dengan mengacu pada material pipanya seperti terlihat pada Tabel.1 dan 2. Hal lain yang tidak kalah penting adalah kekuatan dari flange yang akan digunakan. Ketahanan dari flange terhadap tekanan adalah berbanding terbalik dengan suhu (pressure-temperature rating). Makin tinggi suhu makin rendah kemampuan flange untuk menahan tekanan.
Standar ASME B16.5 menjelaskan secara rinci bagaimana hubungan tekanan dan suhu. Untuk setiap grup material yang berbeda-beda, dikelompokkan pressure dan temperature rating kedalam klasifikasi yang berbeda. Klasifikasi ini adalah 150#, 300#, 400#, 600#, 900#, 1500#, 2500#. Table 4. diberikan untuk mencontohkan hal ini. Klasifikasi ini dipakai untuk mempermudah pengelompokan flange, sehingga tidak perlu membuat berbagai macam ukuran flange untuk setiap pressure-temperature tertentu. Berapa pun tekanan dan suhu kerja dari sistem perpipaan, selama masih berada di dalam batas-batas kelas tertentu, maka hanya perlu memakai flange kelas tersebut. Makin tinggi kelas flange makin berat dan tebal juga ukuran flange.
Pada perancangan perpipaan terdapat istilah “Flange as weakest part philosophyâ€. Istilah ini atau istilah full rating dipakai bila nilai pressure-temperature tertentu pada ASME B16.5 diambil sebagai MAWP pada sistem perpipaan tersebut. Dalam hal ini nilai MAWP tersebut juga berarti input tekanan (P) pada perhitungan ketebalan pipa. Mengingat bahwa biasanya ketebalan pipa/schedule (T) memiliki range kontingensi di atas nilai ketebalan pipa hasil perhitungan rumus (1), maka bila pada tekanan tiba-tiba naik di atas MAWP maka kebocoran akan terjadi pada flange terlebih dahulu, bukan pada pipa.
Di pasaran terdapat bermacam-macam jenis flange:
Salah satu jenis sambungan pada sistem perpipaan (pipa dengan pipa/spooling, pipa dengan valves, pipa dengan equipment) adalah dengan menggunakan flange. Sambungan flange dibuat dengan cara menyatukan dua buah flange dengan menggunakan baut dan mur, serta menyisipkan gasket antara kedua flange.
Pemilihan material flange serta baut dan mur biasanya dilakukan dengan mengacu pada material pipanya seperti terlihat pada Tabel.1 dan 2. Hal lain yang tidak kalah penting adalah kekuatan dari flange yang akan digunakan. Ketahanan dari flange terhadap tekanan adalah berbanding terbalik dengan suhu (pressure-temperature rating). Makin tinggi suhu makin rendah kemampuan flange untuk menahan tekanan.
Standar ASME B16.5 menjelaskan secara rinci bagaimana hubungan tekanan dan suhu. Untuk setiap grup material yang berbeda-beda, dikelompokkan pressure dan temperature rating kedalam klasifikasi yang berbeda. Klasifikasi ini adalah 150#, 300#, 400#, 600#, 900#, 1500#, 2500#. Table 4. diberikan untuk mencontohkan hal ini. Klasifikasi ini dipakai untuk mempermudah pengelompokan flange, sehingga tidak perlu membuat berbagai macam ukuran flange untuk setiap pressure-temperature tertentu. Berapa pun tekanan dan suhu kerja dari sistem perpipaan, selama masih berada di dalam batas-batas kelas tertentu, maka hanya perlu memakai flange kelas tersebut. Makin tinggi kelas flange makin berat dan tebal juga ukuran flange.
Pada perancangan perpipaan terdapat istilah “Flange as weakest part philosophyâ€. Istilah ini atau istilah full rating dipakai bila nilai pressure-temperature tertentu pada ASME B16.5 diambil sebagai MAWP pada sistem perpipaan tersebut. Dalam hal ini nilai MAWP tersebut juga berarti input tekanan (P) pada perhitungan ketebalan pipa. Mengingat bahwa biasanya ketebalan pipa/schedule (T) memiliki range kontingensi di atas nilai ketebalan pipa hasil perhitungan rumus (1), maka bila pada tekanan tiba-tiba naik di atas MAWP maka kebocoran akan terjadi pada flange terlebih dahulu, bukan pada pipa.
Di pasaran terdapat bermacam-macam jenis flange:
a. Slip-On Type Flange (SO).
Flange jenis ini memiliki ketahanan yang rendah terhadap getaran dan kejutan, serta konfigurasinya menimbulkan gangguan aliran di dalam pipa. Las-lasan bagian dalam cenderung lebih mudah terkorosi dibandingkan weld neck type flange.
b. Weld-Neck Type Flange (WN)
Tipe flange ini dipakai secara luas untuk berbagai aplikasi dan rating. Dibandingkan dengan SO flange, WN flange lebih tahan terhadap getaran, kejutan, geseran, impak, dan suhu tinggi. Lebih lanjut, konfigurasinya tidak menimbulkan gangguan pada aliran.
c. Lap-Joint Type Flange (LJ)
Flange jenis ini digunakan jika dengan pertimbangan ekonomis, material stub-end dan flange secara individual dibedakan. Jika saat installasi perpipaan pemasangan baut dan mur sulit karena keterbatasan ruang, LJ flange dapat dipakai.
d. Socket-Welding Type Flange (SW)
Biasanya flange jenis ini dipakai untuk perpipaan berdiameter di bawah 2â€. Untuk lebih rinci bisa mengacu pada bagian socket-welding fittings.
Selain itu ada beberapa istilah lain yang sering dipakai terkait dengan jenis muka flange:
a. Flat Face Flange (FF)
b. Raised Face Flange (RF)
c. Ring Type Joint Flange (RTJ)
FF dan RF umumnya dipakai untuk rating rendah di bawah 600#. Sedangkan RTJ umumnya dipakai pada kelas di atas 900#.
Gasket yang umum dipakai adalah jenis spiral wounded gasket. Jenis ini menawarkan reliabilitas yang tinggi baik pada pemakaian umum maupun spesifik. Biasanya memiliki ketebalan yang berbeda tergantung pada tekanan kerja. Seiring dengan mulai dibatasinya pemakaian asbestos, PTFE (teflon) lebih banyak disukai sebagai pengisi pada spiral wound gasket. Pada industri kimia dan pemakaian umum gasket jenis asbestos, PTFE, dan NBR (nitril-buthyl rubber) masih banyak digunakan terutama untuk sistem perpipaan bertekanan rendah karena harga yang relatif lebih murah dari pada jenis spiral wound. Namun evaluasi terhadap ketahanan gasket tersebut terhadap suhu dan jenis fluida juga perlu diperhatikan.
Pada masa kini, hub-end clamp connector semakin banyak digunakan, meskipun teknologinya sudah ditemukan hampir 30 tahun yang lalu. Pemakaiannya masih terbatas pada subsea-pipeline. Hub-end clamp connector menawarkan banyak kelebihan dari segi penghematan tempat, berat (relatif kecil, kompak, dan hanya menggunakan 4 buah baut dan mur), waktu, dan potensi kebocoran, yang pada akhirnya akan menghemat biaya secara keseluruhan dibandingkan flange, terutama untuk flange pada perpipaan berdiameter besar dan bertekanan tinggi. Konfigurasi clamp connector dan seal ring memungkinkan sistem hub-end clamp connector menerima bending, torsion, tension dan compression yang lebih besar dari pada ANSI flange.
5. SEKELUMIT TENTANG STRESS ANALYSIS
Pada prinsipnya pekerjaan analisis tegangan dan fleksibilitas adalah bagian tersendiri yang spesifik dan unik dari perancangan perpipaan. Pekerjaan analisis tegangan pada perpipaan umumnya memakan waktu lama dan membutuhkan keuletan yang tinggi. Di bawah ini akan diuraikan secara singkat filososfi umum dari analisis tegangan.
Fleksibilitas sistim perpipaan harus cukup sedemikian rupa sehingna ekspansi atau kontraksi termal atau pergerakan penyokong (support) tidak menyebabkan konsekwensi berikut ini:
a. Flat Face Flange (FF)
b. Raised Face Flange (RF)
c. Ring Type Joint Flange (RTJ)
FF dan RF umumnya dipakai untuk rating rendah di bawah 600#. Sedangkan RTJ umumnya dipakai pada kelas di atas 900#.
Gasket yang umum dipakai adalah jenis spiral wounded gasket. Jenis ini menawarkan reliabilitas yang tinggi baik pada pemakaian umum maupun spesifik. Biasanya memiliki ketebalan yang berbeda tergantung pada tekanan kerja. Seiring dengan mulai dibatasinya pemakaian asbestos, PTFE (teflon) lebih banyak disukai sebagai pengisi pada spiral wound gasket. Pada industri kimia dan pemakaian umum gasket jenis asbestos, PTFE, dan NBR (nitril-buthyl rubber) masih banyak digunakan terutama untuk sistem perpipaan bertekanan rendah karena harga yang relatif lebih murah dari pada jenis spiral wound. Namun evaluasi terhadap ketahanan gasket tersebut terhadap suhu dan jenis fluida juga perlu diperhatikan.
Pada masa kini, hub-end clamp connector semakin banyak digunakan, meskipun teknologinya sudah ditemukan hampir 30 tahun yang lalu. Pemakaiannya masih terbatas pada subsea-pipeline. Hub-end clamp connector menawarkan banyak kelebihan dari segi penghematan tempat, berat (relatif kecil, kompak, dan hanya menggunakan 4 buah baut dan mur), waktu, dan potensi kebocoran, yang pada akhirnya akan menghemat biaya secara keseluruhan dibandingkan flange, terutama untuk flange pada perpipaan berdiameter besar dan bertekanan tinggi. Konfigurasi clamp connector dan seal ring memungkinkan sistem hub-end clamp connector menerima bending, torsion, tension dan compression yang lebih besar dari pada ANSI flange.
5. SEKELUMIT TENTANG STRESS ANALYSIS
Pada prinsipnya pekerjaan analisis tegangan dan fleksibilitas adalah bagian tersendiri yang spesifik dan unik dari perancangan perpipaan. Pekerjaan analisis tegangan pada perpipaan umumnya memakan waktu lama dan membutuhkan keuletan yang tinggi. Di bawah ini akan diuraikan secara singkat filososfi umum dari analisis tegangan.
Fleksibilitas sistim perpipaan harus cukup sedemikian rupa sehingna ekspansi atau kontraksi termal atau pergerakan penyokong (support) tidak menyebabkan konsekwensi berikut ini:
- Kegagalan sistim perpipaan atau penyokong akibat kelebihan beban (overstress) dan kelelahan (fatigue).
- Kebocoran pada sambungan
- Timbulnya tegangan yang mengganggu atau penyimpangan (distortion) pada perpipaan atau peralatan yang tersambung (pompa, vesel, atau valve misalnya) sebagai akibat dari gaya-gaya atau momen yang berlebihan pada perpipaan.
Tujuan dari analisis tegangan dan fleksibilitas pada perpipaan adalah untuk menghasilkan rancangan (layout) sistem perpipaan yang tidak menghasilkan tegangan berlebihan. Untuk mencapai hal ini, layout tidak boleh kaku. Walaupun begitu, layout yang terlalu fleksibel juga tidak diinginkan karena membutuhkan material yang berlebihan, dan meningkatkan biaya awal. Sebagai contoh jumlah elbow dan belokan yang banyak mengindikasikan level fleksibilitas yang tinggi, tetapi hal ini dapat meningkatkan hilang tekan yang besar dan menimbulkan kenaikan biaya yang signifikan.
Lebih jauh lagi, dalam memulai analisis tegangan, ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan:
Lebih jauh lagi, dalam memulai analisis tegangan, ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan:
- Kode yang sesuai yang harus diterapkan ke sistem perpipaan. Kode yang berbeda akan memberikan nilai allowable stress yang berbeda.
- Suhu dan tekanan (operasi dan desain). Biasanya suhu dan tekanan operasi diambil sebagai masukan untuk perhitungan analisis tegangan. Suhu yang mendekati ambien relatif menghasilkan tegangan termal yang rendah.
- Jenis material. Masing-masing material memiliki koefisien ekspansi dan modulus elastisitas yang berbeda-beda, makin kecil koefisien dan modulus elastisitasnya makin rendah tegangan termalnya.
- Ukuran pipa dan ketebalan (schedule). Makin kecil diameter pipa makin rendah tegangannya baik oleh berat maupun termal. Ketebalan pipa tidak memiliki efek secara langsung yang signifikan pada bending stress, tetapi memiliki efek yang langsung pada gaya dan momen dengan perbandingan lurus.
- Geometri perpipaan termasuk pergerakan anchor dan restrain . Pergerakan anchor dan restrain misalnya disebabkan oleh seismic, ekspansi/kontraksi termal pada wellhead, kompresor, vessel, etc.
- Pembatasan gaya dan momen pada nozzle yang ditetapkan oleh beberapa standard tertentu seperti NEMA 23, API 617, API 610, WRC 107, WRC 297, atau ketentuan dari manufacturer.
- Beban yang mempengaruhi sistim perpipaan harus ditentukan terlebih dahulu sebagai load case, yaitu beban statik (efek berat, kontraksi dan ekspansi termal, efek penyokong, pergerakan anchor, beban tekanan dari luar maupun dari dalam) dan beban dinamik (gaya impak, angin, seismik, getaran dan beban discharge seperti pada PSV)
- Stress Intensification Factor (SIF) inplane dan outplane. SIF mempengaruhi perhitungan tegangan pada perpipaan terutama gaya dan momen bending. SIF semata-mata berlaku akibat bentuk geometri (elbow, tee, mitter, butt-weld), dimana garis-garis distribusi gaya mengalami penyempitan di satu titik sehingga terdapat konsentrasi tegangan di titik itu. ASME B31.3 Appendix D mengetengahkan berbagai formula untuk perhitungan SIF. B31.3 juga menetapkan bahwa nilai SIF tidak boleh lebih kecil dari 1.
- Peletakan dan penentuan jenis restrain adalah krusial dan penting. Ada beberapa ketentuan yang terlalu detail untuk dijelaskan disini. Lihat referensi (e) untuk lebih jelasnya.
Untuk sistim perpipaan seperti apa pun, kriteria di atas berlaku dan harus dipertimbangkan sebagai prasyarat minimum.
Sebelum memulai pekerjaan stress analisis, seorang stress analisis engineer biasanya terlebih dahulu mengidentifikasi awal P&ID's dan Line List yang merupakan kumpulan data tentang masing-masing jalur, bagaimana level kritis masing-masing jalur terhadap kebutuhan stress analisis. Hasil penentuan ini kemudian dikumpulkan di dalam satu dokumen yang dinamai Critical Line List. Dokumen ini sangat membantu untuk menentukan skala prioritas terhadap bagian mana yang perlu dilakukan analisis menggunakan komputer dan mana yang tidak, mengingat keterbatasan waktu jika harus melakukan keseluruhan analisis pada sistim yang kompleks. Penyelidikan awal ini biasanya menggunakan paramater ASME B31.3 General Flexibility Formula:
Sebelum memulai pekerjaan stress analisis, seorang stress analisis engineer biasanya terlebih dahulu mengidentifikasi awal P&ID's dan Line List yang merupakan kumpulan data tentang masing-masing jalur, bagaimana level kritis masing-masing jalur terhadap kebutuhan stress analisis. Hasil penentuan ini kemudian dikumpulkan di dalam satu dokumen yang dinamai Critical Line List. Dokumen ini sangat membantu untuk menentukan skala prioritas terhadap bagian mana yang perlu dilakukan analisis menggunakan komputer dan mana yang tidak, mengingat keterbatasan waktu jika harus melakukan keseluruhan analisis pada sistim yang kompleks. Penyelidikan awal ini biasanya menggunakan paramater ASME B31.3 General Flexibility Formula:

D = diameter luar pipa, in
y = resultan regangan total yang harus diserap oleh sistim perpipaan, in
L = panjang pipa total, ft
U = jarak terdekat antara kedua anchor, ft
C = 0.03, US units
Jika ruas sebelah kiri lebih besar dari C maka stress analisis yang komprehensif menggunakan komputer diperlukan.
Beberapa perusahaan menggunakan grafik di bawah ini untuk melakukan penyelidikan awal:

Dimana:
Level 1: Inspeksi visual saja
Level 2: Analisis pendekatan menggunakan grafik, tabel, dsb untuk penempatan penyokong.
Level 3: Analisis komprehensif menggunakan komputer.
Perlu diingat bahwa cara-cara praktis di atas bukanlah sebuah ketetapan yang baku. Prinsip kehati-hatian harus diterapkan pada keseluruhan sistem perpipaan.
6. PEMILIHAN VALVE
Berbagai valve yang sering dgunakan adalah:
a. Ball ValveSecara umum ball valve dipakai untuk keperluan on/off. Ball valve tidak boleh digunakan untuk keperluan regulasi/throttling. Ball valve yang mengalirkan fluida/hidrokarbon yang mudah terbakar harus berupa “Fire Safe Design†sesuai dengan API 6FA (trunion) atau API 607 (floating).
b. Butterfly ValveButterfly valve tidak boleh digunakan pada produk hidrokarbon dan hanya digunakan untuk kelas di bawah ANSI 150, kecuali kondisi penutupan yang sempurna tidak diperlukan.
c. Check ValveCheck valve tidak boleh dipasang pada aliran turun vertikal. Pada aliran yang pulsatif , check valve jenis piston sebaiknya digunakan. Pada masa sekarang, check valve jenis wafer semakin banyak digunakan mengingat dimensinya yang kecil, dan ringan dibandingkan jenis swing.
d. Gate ValveGate Valve umumnya dipakai untuk aplikasi on/off atau untuk keperluan isolasi, small drain, dan venting. Gate valve tidak direkomendasikan untuk digunakan pada aplikasi regulasi/throttling.
e. Globe ValveGlobe Valve umumnya digunakan untuk aplikasi throttling/ regulasi, by-pass control valve, drain line, atau sample connections. Globe valve dengan ukuran lebih besar dari 6†sebaiknya tidak dipakai, kecuali untuk kondisi tertentu yang spesial.
f. FITTINGS
Fittings diperlukan untuk mengubah arah baik 450 maupun 900, dan melakukan percabangan, maupun merubah diameter aliran. Ada beberapa cara penyambungan fittings, yaitu:
a. Butt-weld (BW)Digunakan pada secara luas untuk proses, keperluan umum, dsb. Cocok untuk pipa dan fitting berukuran besar (2†dan lebih besar), dengan reliabilitas yang tinggi (leak-proof). Prosedur fabrikasinya adalah dengan menyatukan masing-masing ujung sambungan (bevel), diluruskan (align), tack-weld, lalu las kontinu. Beberapa contoh fitting yang menggunakan BW antara lain:
- BW Tee, dipakai untuk membuat percabangan 900 dari pipa utama. Cabang dapat berukuran lebih kecil (reduced tee) atau sama dengan pipa utama (equal tee)
- Stub-in digunakan untuk membuat cabang langsung ke pipa utama. Cabang berukuran lebih kecil.
- Weldolet digunakan untuk membuat percabangan 900 pada pipa utama.
- Elbolet digunakan untuk membuat percabangan tangensial pada suatu elbow.
- Sweepolet digunakan untuk membuat percabangan 900. Umumnya dipakai pada pipa transmisi dan distribusi (pipe line system)

b. Socket-weld (SW)SW digunakan untuk ukuran kecil (dibawah 2â€). Ujung pipa dibuat rata, lalu didorong masuk ke dalam fitting, valve atau flange. Dibandingkan dengan BW, SW memiliki kelebihan dalam hal penyambungan dan pelurusan yang lebih mudah, terutama untuk ukuran kecil. Tetapi, adanya sisa jarak 1/16 in antara pertemuan ujung pipa dan fittings, valve, atau flange dapat menyebabkan kantung cairan. Penggunaan SW juga dilarang per ASME B31.1.0-1967 jika terdapat erosi atau korosi cresive.
Beberapa contoh SW fittings:
- Ful-coupling untuk menyambung pipa ke pipa
- Swage Nipples (Plain Both Ends/PBE) digunakan untuk menyambung SW item ke BW pipa atau fitting berukuran lebih besar
- SW Elbow digunakan untuk menghasilkan perubahan arah 900 atau 450.
- Nipolet digunakan untuk sambungan ke valve berukuran kecil.
- SW Tee dipakai untuk membuat percabangan 900 dari pipa utama. Cabang dapat berukuran lebih kecil (reduced tee) atau sama dengan pipa utama (equal tee)
- Sockolet digunakan untuk membuat percabangan 900 pada pipa utama.
- SW elbowlet digunakan untuk membuat percabangan tangensial pada suatu elbow

c. ScrewedSeperti SW, screwed piping digunakan untuk pipa berukuran kecil. Umumnya tidak dipakai untuk proses, meskipun mungkin pressure-temperature ratingnya memenuhi. SW dan screwed fitting umumnya berkelas 2000, 3000, dan 6000 PSI.
d. Quick Connector and CouplingsDigunakan baik untuk koneksi permanen atau sementara, tergantung pada kondisi servis, dan jenis sambungan. Biasanya cocok dipakai pada saat perbaikan jalur, dan modifikasi proses.
g. CONTOH SPESIFIKASI PERPIPAAN
Diberikan contoh kondisi seperti berikut:
Fluida : Hidrokarbon (gas atau cair)
Corrosion Allowance : 1.5 mm
Tekanan (Ope/Des) : 50/150 psig
Suhu (Ope) : -500F (Des): -50/2000F
Buatlah suatu spesifikasi perpipaan yang memenuhi pemakaian dengan kondisi di atas.
a. Piping Material
Berdasarkan Tabel.1 kondisi suhu seperti di atas, dimana sistem perpipaan didisain untuk mampu menahan suhu terendah –500F, maka pipa LTCS A-333 Gr.6 dipilih karena paling memenuhi kondisi tersebut. Mengikuti jenis material tersebut, dipilih A420 WP L-6 fitting material, A-350 LF2 Flange, A320-L7 Bolts, dan A-194-4 Nuts.
b. Pressure Temperature Rating
Dari ASME B16.5 Tabel 1, material A350 LF-2 masuk kategori Group 1.1, seperti ditunjukkan pada Tabel.3 didapatkan nilai berikut:
Pressure (psig) | 285 | 285 | 260 | 245 |
Temperature (0F) | -50 | +100 | +200 | +250 |
Dari nilai di atas, jelas bahwa tekanan operasi dan disain masih di dalam batas MAWP yaitu 285 psig pada –500F. Nilai ini akan kita ambil sebagai input tekanan pada perhitungan ketebalan pipa. Dalam hal ini kita menganut prinsip full rating.
c. Perhitungan ketebalan pipa
Tabel dibawah ini mengetengahkan proses perhitungan ketebalan pipa. Patut dicatat bahwa untuk aplikasi hidrokarbon, screwed pipe fittings tidak dipakai. Lebih jauh lagi, pemilihan Sch.20 untuk NPS 8 – 24 inch mungkin dapat digantikan dengan Sch.40 atau STD yang lebih mudah ditemukan di pasaran.

Spesifikasi perpipaan yang diminta secara lengkap ditunjukkan pada lampiran 1.
h. REFERENSI
a. ASME B16.5a-1998 Pipe Flange and Flanged Fittings
b. ASME B31.3-2002 Process Piping
c. ASME B36.10 Welded and Seamless Wrought Steel Pipe
d. Escoe, Keith A., 1986, Mechanical Design of Process System, Gulf Publishing Company, Houston
e. Kannappan, Sam., 1985, Introduction to Pipe Stress Analysis, John Wiley & Sons, Toronto.
f. Kentish, D.N.W., 1982, Industrial Pipework, McGraw Hill, London
g. Sherwood, David R., Whistance, Dennis J., 1976, The Piping Guide, Syentek Book Company Inc, San Fransisco
h. Berbagai sumber.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)