I.Pendahuluan

II.Teori Catalytic Reforming
Feed naphtha ke unit catalytic reforming biasanya mengandung C6 s/d C11, paraffin, naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah memproduksi aromatic dari naphthene dan paraffin.
Kemudihan reaksi catalytic reforming sangat ditentukan oleh kandungan paraffin, naphthene, dan aromatic yang terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic hydrocarbon yang terkandung dalam naphtha tidak berubah oleh proses catalytic reforming.
Sebagian besar napthene bereaksi sangat cepat dan efisien berubah menjadi senyawa aromatic (reaksi ini merupakan reaksi dasar catalytic reforming). Paraffin merupakan senyawa paling susah untuk diubah menjadi aromatic. Untuk aplikasi low severity, hanya sebagian kecil paraffin berubah menjadi aromatic. Sedangkan pada aplikasi high severity, konversi paraffin lebih tinggi, tetapi tetap saja berlangsung lambat dan inefisien. Gambar berikut menggambarkan konversi hydrocarbon yang terjadi pada operasi typical catalytic reforming, yaitu untuk lean naphtha (high paraffin, low naphtha content) dan untuk rich naphtha (lower paraffin, higher naphthene content) :

II.1. Reaksi-reaksi yang Terjadi di Catalytic Reforming
Reaksi-reaksi yang terjadi di catalytic reforming adalah sebagai berikut :
II.1.1.Dehidrogenasi Naphthene
Naphthene merupakan komponen umpan yang sangat diinginkan karena reaksi dehidrogenasi-nya sangat mudah untuk memproduksi aromatic dan by-product hydrogen.
Reaksi ini sangat endotermis (memerlukan panas). Reaksi dehidrogenasi naphthene sangat terbantu oleh metal catalyst function dan temperatur reaksi tinggi serta tekanan rendah.

II.1.2.Isomerisasi Napthene dan Paraffin
Isomerisasi cyclopentane menjadi cyclohexane harus terjadi terlebih dahulu sebelum kemudian diubah menjadi aromatic. Reaksi ini sangat tergantung dari kondisi operasi.

II.1.3.Dehydrocyclization Paraffin
Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming yang paling susah. Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan temperature tinggi.Fungsi metal dan acid dalam katalis diperlukan untuk mendapatkan reaksi ini.

II.1.4.Hydrocracking
Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi isomerisasi ring dan pembentukan ring yang terjadi pada alkylcyclopentane dan paraffin dank area kandungan acid dalam katalis yang diperlukan untuk reaksi catalytic reforming.
Hydrocracking paraffin relative cepat dan terjadi pada tekanan dan temperature tinggi. Penghilangan paraffin melalui reaksi hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam produk sehingga akan meningkatkan octane number. Reaksi hydrocracking ini tentu mengkonsumsi hydrogen dan menghasilkan yield reformate yang lebih rendah.

II.1.5.Demetalization
Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada severity operasi catalytic reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit catalytic reformate semi-regenerasi pasca regenerasi atau penggantian katalis.

II.1.6.Dealkylation Aromatic
Dealkylation aromatic serupa dengan aromatic demethylation dengan perbedaan pada ukuran fragment yang dihilangkan dari ring. Jika alkyl side chain cukup besar, reaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi cracking ion carbonium terhadap rantai samping. Reaksi ini memerlukan temperature dan tekanan tinggi.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada unit catalytic reforming dapat diringkas sebagai berikut :
Tabel I. Reaksi yang Terjadi pada Unit Catalytic Reforming
Jenis Reaksi | Catalyst Function | Temperature | Pressure |
Naphthene dehydrogenation | Metal | Tinggi | Rendah |
Naphthene Isomearization | Acid | Rendah | - |
Parraffin Isomearization | Acid | Rendah | - |
Paraffin dehydrocyclization | Metal/Acid | Tinggi | Rendah |
Hydrocracking | Acid | Tinggi | Tinggi |
Demethylation | Metal | Tinggi | Tinggi |
Aromatic dealkylation | Metal/Acid | Tinggi | Tinggi |
II.2. Catalytic Reforming Catalyst Dual Function Balance
Seperti terlihat pada tabel 1 (Reaksi yang terjadi pada Unit Catalytic Reforming), sebagian reaksi menggunakan fungsi metal dari katalis dan sebagian reaksi lainnya menggunakan fungsi acid dari katalis. Pada unit catalytic cracking sangat penting untuk memiliki balance yang sesuai antara fungsi metal dan fungsi acid dari katalis, seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 7. Desired Metal-Acid Balance
Pada proses catalytic reforming, sangat penting untuk meminimumkan reaksi hydrocracking dan memaksimumkan reaksi dehydrogenation dan dehydrocyclization.
Balance ini dijaga dengan pengendalian H2O/Cl yang tepat selama siklus katalis semi-regeneration dan dengan menggunakan teknik regenerasi yang tepat. Fase uap H2O dan HCl berada dalam kesetimbangan dengan permukaan chloride dan kelompok hydroxyl.
Terlalu banyak H2O dalam fase uap akan memaksa chloride dari permukaan katalis keluar dan menyebabkan katalis menjadi underchloride (fungsi acid dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik), sedangkan terlalu banyak chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis overchloride yang juga tidak baik untuk katalis (fungsi metal dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik).
II.3. Catalyst Unloading
II.3.1.Catalyst Unloading untuk Fixed Bed Catalytic Reformer
Prosedur catalyst unloading untuk fixed bed catalyst reformer serupa dengan prosedur catalyst unloading untuk hydrotreater (silahkan merujuk ke bahasan hydrotreating process).
II.3.1.Catalyst Unloading untuk Catalytic Reformer-Continuous Catalytic Regeneration
Prosedur unloading untuk catalytic reformer-CCR lebih susah dibandingkan prosedur unloading untuk fixed bed catalytic reformer.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan catalyst unloading untuk catalytic reformer-CCR adalah sebagai berikut :
- Jangan pernah membiarkan udara masuk ke dalam reactor karena akan menyebabkan spontaneous combution.
- Jangan pernah membuka top dan bottom reaktor secara bersamaan karena akan menciptakan natural chimney draft effect yang akan menarik udara masuk ke dalam reactor.
- Jangan menggunakan kayu, kanvas, atau material mudah terbakar lainnya.
- Yakinkan beberapa CO2 extinguisher tersedia di sekitar lokasi unloading dan siapkan selang water hydrant menjulur ke lokasi unloading.
- Selama unloading, reaktor harus dijaga dalam kondisi inert dengan menggunakan nitrogen blanketting sehingga katalis tidak berkontak dengan udara.
- Semua orang yang masuk ke dalam reaktor harus dilengkapi peralatan keselamatan yang sesuai untuk confined space dan kondisi inert (breathing apparatus).
- Gunakan drum metal sebagai penampung spent catalyst dan setiap drum harus di-purge dengan nitrogen selama proses unloading untuk mencegah kontak katalis dengan udara.
- Semua orang yang berada di sekitar area unloading harus menggunakan pelindung muka dan mata dan menggunakan baju lengan panjang (jika mungkin yang flame-resistant) karena sewaktu-waktu spark/api dapat saja terjadi dengan kehadiran pyrites.
- Jika timbul pyrite dalam reaktor selama proses unloading, maka naikkan supply nitrogen semaksimal mungkin, jangan pernah menggunakan air untuk memadamkannya, karena dapat merusak struktur katalis dan internal reaktor.
- Setelah drum berisi spent catalyst hasil unloading mengalami pendinginan alami dan pendinginan dengan supply nitrogen ke dalam drum, maka drum dapat ditutup dengan penutup yang sesuai untuk menghindari masuknya moisture ke dalam drum.
II.4. Catalyst Loading
II.4.1.Catalyst Loading untuk Fixed Bed Catalytic Reformer
Prosedur catalyst loading untuk fixed bed catalyst reformer serupa dengan prosedur catalyst loading untuk hydrotreater (silahkan merujuk ke bab hydrotreating process).
II.4.1.Catalyst Loading untuk Catalytic Reformer-Continuous Catalytic Regeneration
Terdapat 3 metode catalyst loading untuk catalytic reformer-CCR, yaitu:
• Reactor by reactor loading procedure
• Entire Reactor Stack Loading Procedure
• Pneumatic Catalyst Loading Procedure
• Reactor by reactor loading procedure
• Entire Reactor Stack Loading Procedure
• Pneumatic Catalyst Loading Procedure
Karena prosedur ketiga metode catalyst loading di atas sangat rumit dan sangat technical, maka ketiga metode catalyst loading tersebut tidak akan diuraikan disini.
II.5. Catalyst Poison
Beberapa racun katalis catalytic reforming adalah sebagai berikut :
• Sulfur
Konsentrasi sulfur maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Biasanya diusahakan kandungan sulfur dalam umpan naphtha sebesar 0,1-0,2 wt-ppm untuk menjamin stabilitas dan selektivitas katalis yang maksimum.
• Sulfur
Konsentrasi sulfur maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Biasanya diusahakan kandungan sulfur dalam umpan naphtha sebesar 0,1-0,2 wt-ppm untuk menjamin stabilitas dan selektivitas katalis yang maksimum.
Beberapa sumber yang membuat kandungan sulfur dalam umpan naphta tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), recombination sulfur dari naphtha hydrotreater (dan terbentuknya sedikit olefin) akibat temperature hydrotreater yang tinggi dan tekanan hydrotreater yang rendah, hydrotreater stripper upset, memproses feed yang memiliki end point tinggi.
•Nitrogen
Konsentrasi nitrogen maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Kandungan nitrogen dalam umpan naphtha akan menyebabkan terbentuknya deposit ammonium chloride pada permukaan katalis.
Konsentrasi nitrogen maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Kandungan nitrogen dalam umpan naphtha akan menyebabkan terbentuknya deposit ammonium chloride pada permukaan katalis.
Beberapa sumber yang membuat kandungan nitrogen dalam umpan naphtha tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), penggunaan filming atau neutralizing amine sebagai corrosion inhibitor di seluruh area yang tidak tepat guna.
• Water
Kandungan air dalam recycle gas sebesar 30 mol-ppm sudah menunjukkan excessive water, dissolved oxygen, atau combined oxygen di unit catalytic reforming. Tingkat moisture di atas level ini dapat menyebabkan reaksi hydrocracking yang excessive dan juga dapat menyebabkan coke laydown. Lebih lanjut lagi, kondisi ini akan menyebabkan chloride ter-strip dari katalis, sehingga mengganggu kesetimbangan H2O/Cl dan menyebabkan reaksi menjadi terganggu.
Kandungan air dalam recycle gas sebesar 30 mol-ppm sudah menunjukkan excessive water, dissolved oxygen, atau combined oxygen di unit catalytic reforming. Tingkat moisture di atas level ini dapat menyebabkan reaksi hydrocracking yang excessive dan juga dapat menyebabkan coke laydown. Lebih lanjut lagi, kondisi ini akan menyebabkan chloride ter-strip dari katalis, sehingga mengganggu kesetimbangan H2O/Cl dan menyebabkan reaksi menjadi terganggu.
Beberapa sumber yang membuat kandungan air dalam system tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak sesuai, kebocoran heat exchanger yang menggunakan pemanas/pendingin steam/water di upstream unit, system injeksi water catalytic reforming, kebocoran naphtha hydrotreater stripper feed effluent heat exchanger, proses drying yang tidak cukup di drying zone di dalam regeneration tower, dan kebocoran steam jacket di regeneration section.
• Metal
Karena efek reaksi irreversible, maka kontaminasi metal ke dalam katalis catalytic reforming sama sekali tidak dibolehkan, sehingga umpan catalytic reformer tidak boleh mengandung metal sedikit pun.
Karena efek reaksi irreversible, maka kontaminasi metal ke dalam katalis catalytic reforming sama sekali tidak dibolehkan, sehingga umpan catalytic reformer tidak boleh mengandung metal sedikit pun.
Beberapa sumber kandungan metal dalam umpan naphtha adalah : arsenic (ppb) dalam virgin naphtha, lead mungkin timbul akibiat memproses ulang off-spec leaded gasoline atau kontaminasi umpan dari tangki yang sebelumnya digunakan untuk leaded gasoline, produk korosi, senyawa water treating yang mengandung zinc, copper, phosphorous, kandungan silicon dalam cracked naphtha yang berasal dari silicon based antifoam agent yang diijeksikan ke dalam coke chamber untuk mencegah foaming, dan injeksi corrosion inhibitor yang berlebihan ke stripper naphtha hydrotreater.
• High feed end point
Catalytic reforming didisain untuk memproduksi aromatic hydrocarbon. Produksi aromatic ini tidak dapat terjadi tanpa kondensasi single ring aromatic menjadi mulgi-ring polycyclic aromatic, yang merupakan petunjuk adanya coke. Endpoint naphtha maksimum yang diijinkan sebagai umpan catalytic reforming adalah 204 oC. Pada endpoint > 204 oC, konsentrasi polycyclic aromatic dalam umpan naphtha akan meningkat tajam.
Catalytic reforming didisain untuk memproduksi aromatic hydrocarbon. Produksi aromatic ini tidak dapat terjadi tanpa kondensasi single ring aromatic menjadi mulgi-ring polycyclic aromatic, yang merupakan petunjuk adanya coke. Endpoint naphtha maksimum yang diijinkan sebagai umpan catalytic reforming adalah 204 oC. Pada endpoint > 204 oC, konsentrasi polycyclic aromatic dalam umpan naphtha akan meningkat tajam.
Jika umpan catalytic reforming merupakan hasil blending dari berbagai sumber (straight run naphtha, hydrocracker naphtha, cracked naphtha), maka tiap arus umpan harus dianalisa secara terpisah dan tiap stream tidak boleh memiliki endpoint > 204 oC. Hasil blending antara high end point stream dengan low end point stream akan ”mengaburkan” kandungan fraksi endpoint yang tinggi.
III.Feed dan Produk Catalytic Reforming Unit
Feed unit catalytic reforming adalah heavy naphtha yang berasal dari unit naphtha hydrotreating yang telah mengalami treating untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oxygen, halida, dan metal yang merupakan racun bagi katalis catalytic reforming. Boiling range umpan heavy naphtha antara 70 s/d 150 oC.
Produk unit catalytic reforming berupa high octane motor gasoline component (HOMC) yang digunakan sebagai komponen blending motor gasoline. Produk unit catalytic reforming ini mempunyai RONC > 95 dan bahkan dapat mencapai RONC 100. Produk lain adalah LPG dan byproduct hydrogen. Produk LPG dikirim ke tangki produk (jika sudah memenuhi spesifikasi produk LPG) atau dikirim ke unit Amine-LPG recovery terlebih dahulu. By product hydrogen dikirim ke unit hydrotreater dan hydrogen plant.
IV.Aliran Proses Catalytic Reforming
IV.1. Aliran Proses Semi-Regenerative Catalytic Reforming (Fixed Bed Catalytic Reforming)
Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 8. Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming
IV.2. Aliran Proses Catalytic Reforming-Continuous Catalytic Regeneration/CCR
Process Flow Diagram Catalytic Reforming-Continuous Catalytic Regeneration dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 9. Process Flow Diagram Catalytic Reforming-CCR (Seksi Reaktor)
Gambar 10. Process Flow Diagram Catalytic Reforming-CCR (Seksi CCR)
V.Variabel Proses Catalytic Reforming Unit
Beberapa variabel proses yang berpengaruh pada operasi Catalytic Reforming adalah sebagai berikut :
V.1. Catalyst Type
Tipe katalis berpengaruh terhadap operasi catalytic reforming terutama dalam hal basic catalyst formulation (metal-acid loading), chloride level, platinum level, dan activator level.
V.2. Temperatur Reaksi
Catalytic reformer reactor catalyst bed temperature merupakan parameter utama yang digunakan untuk mengendalikan operasi agar produk dapat sesuai dengan spesifikasi.
Katalis catalytic reformer dapat beroperasi hingga temperatur yang cukup tinggi, namun pada temperatur di atas 560 oC dapat menyebabkan reaksi thermal yang akan mengurangi reformate dan hydrogen yield serta meningkatkan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis.
Temperatur reactor dapat didefinisikan menjadi 2 macam, yaitu :
• Weighted Average Inlet Temperature (WAIT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam bed dikali temperature inlet bed).
• Weighted Average Bed Temperature (WABT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam bed dikali rata-rata temperatur inlet dan outlet).
• Weighted Average Inlet Temperature (WAIT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam bed dikali temperature inlet bed).
• Weighted Average Bed Temperature (WABT), yaitu total (fraksi berat katalis dalam bed dikali rata-rata temperatur inlet dan outlet).
Dari kedua macam definisi tersebut di atas, WAIT paling sering digunakan dalam perhitungan karena kemudahan perhitungan, walaupun WABT sebenarnya adalah ukuran yang lebih baik dari kondisi reaksi dan temperatur katalis rata-rata.
V.3. Space Velocity
Space velocity merupakan ukuran jumlah naphtha yang diproses untuk jumlah katalis yang tertentu selama waktu tertentu. Jika volume umpan naphtha per jam dan volume katalis yang digunakan, istilah yang digunakan adalah Liquid Hourly Space Velocity (LHSV). Sedangkan jika berat umpan naphtha per jam dan berat katalis yang digunakan, maka istilah yang digunakan adalah Weight Hourly Space Velocity (WHSV).
Satuannya sama, yaitu 1/jam Semakin tinggi space velocity atau semakin rendah residence time, maka semakin rendah octane number (RONC) produk atau semakin rendah jumlah reaksi yang terjadi pada WAIT yang tetap. Jika space velocity naik, untuk mempertahankan RONC produk, maka kompensasi yang dilakukan adalah dengan menaikkan temperatur reaktor.
V.4. Reactor Pressure
Sebenarnya lebih tepat mengatakan hydrogen partial pressure sebagai variabel proses dibandingkan reactor pressure, namun untuk kemudahan penggunaan, maka reactor pressure dapat digunakan sebagai variabel proses (hydrogen partial pressure = purity hydrogen x tekanan reactor). Penyederhanaan ini dapat diterima karena hydrogen yang ada dalam sistem merupakan produk samping reaksi sehingga juga tergantung tekanan reaktor, berbeda dengan di unit hydrocracker yang menggunakan supply hydrogen dari hydrogen plant.
Tekanan reaktor akan mempengaruhi struktur yield produk, kebutuhan temperatur reaktor, dan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Menurunkan tekanan reaktor akan meningkatkan jumlah hydrogen dan yield reformate, mengurangi kebutuhan temperatur untuk membuat produk dengan octane number yang sama, dan meningkatkan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis.
V.5. Hydrogen/Hydrocarbon Ratio
Hydrogen/hydrocarbon ratio didefinisikan sebagai mol recycle hydrogen per mol naphtha umpan. Kenaikan H2/HC ratio akan menyebabkan naphtha melalui reaktor dengan lebih cepat (residence time lebih singkat), sehingga akan menurunkan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis dengan pengaruh yang kecil terhadap kualitas dan yield produk.
VI. Troubleshooting
Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Catalytic Reforming Unit dapat dilihat dalam table II berikut ini :

Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Catalytic Reforming Unit
VII. Istilah-istilah
• Mogas Motor gasoline
• RONC Research Octane Number Clear (unleaded)
• Straight run naphtha Naphtha yang berasal dari unit naptha hydrotreater
• RONC Research Octane Number Clear (unleaded)
• Straight run naphtha Naphtha yang berasal dari unit naptha hydrotreater
VIII. Daftar Pustaka
1. Operating Manual CCR-Platforming Unit PERTAMINA Unit Pengolahan II Dumai.
2. Operation Manual for Unit 300 Platforming Process Unit, Pakistan-Arabian Refinery Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO), Mahmood Kot, Pakistan.
2. Operation Manual for Unit 300 Platforming Process Unit, Pakistan-Arabian Refinery Limited, Mid-Country Refinery Project (PARCO), Mahmood Kot, Pakistan.
Sumber: Buku Pintar Migas Indonesia by Adhi Budhiarto.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar